I. Sejarah
Singkat
Papua adalah salah satu provinsi yang
memiliki keragaman suku bangsa, sangat kaya dengan benda-benda budaya yang
bernilai tinggi yang harus dijaga dan dilestarikan, sehingga generasi muda
penerus bangsa dan budaya tidak kehilangan jejak terhadap peninggalan nenek
moyangnya, baik dari segi wujud bendanya maupun dari ceritera keberadaan dan
kejayaannya di masa lalu dalam kehidupan mitologi masyarakat pendukungnya, yang
merupakan salah satu identitas dari suatu komunitas.
Wujud
nyata dari pelestarian budaya di Bumi Cenderawasih adalah telah didirikan
beberapa museum di propinsi ini, salah satu diantaranya adalah Museum Loka
Budaya, yang didirikan pada tahun 1970 dan diresmikan pada tanggal 1 Oktober
1973.
Berdirinya
Museum Loka budaya, merupakan hasil pikiran, perjuangan serta kerja keras dari
berbagai pihak dan dalam menjalankan fungsinya, Museum Loka Budaya banyak
mendapat bantuan terutama dri John D. Rockefeler di Amerika, Pemerintah
Belanda, Arkeolog dan Antropolog yang pernah melakukan penelitian di Papua, serta
para pejabat Sipil dan TNI yang pernah bertugas di Papua serta Pemerintah
melalui proyek-proyek Pelita.
Semula Museum Loka Budaya berada di
bawah Lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih, akan tetapi dengan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1980 tentang penataan
Organisasi Perguruan Tinggi/Institut Negeri, maka lembaga Antropologi khususnya
bagian Penelitian dilebur menjadi Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih.
Sedangkan museum Loka Budaya tidak tertampung dalam struktur unit lainnya. Oleh
sebab itu pada tahun 1990 dikeluarkan Surat Keputusan Rektor tanggal 4 Juli
1990 Nomor : 1698/PT.23.H/C/1990, yang menjadikan Museum Loka Budaya sebagai
UPT. ( Unit Pelaksana Teknis ) berada di bawah pengawasan Rektor Universitas
Cenderawasih.
II. Visi
dan Misi
UPT. Museum Loka Budaya Universitas
Cenderawasih mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :
Ø Visi:
“Menjadikan UPT. Museum
Loka Budaya Universitas Cenderawasih sebagai pusat informasi kebudayaan material
suku-suku bangsa di Papua”.
Ø Misi :
“ Meningkatkan kepekaan dan kepedulian
terhadap Papua melalui kebudayaan materi sebagai salah satu identitas
masyarakat”.
III.
Struktur Organisasi
1.
Penanggung
Jawab : Rektor Universitas
Cenderawasih
2.
Ka.
Museum
: Drs. Agus Samori,M.Si
3.
Kasubag
T.U : ____
4.
Staff :
a. Bidang Konservasi & Koleksi :
a. Bidang Konservasi & Koleksi :
1. Tan Nicodemus (Koordinator)
2. Tineke Mambenar,S.Sos
b. Bidang Penelitian & Bimbingan Edukatif Cultural
2. Tineke Mambenar,S.Sos
b. Bidang Penelitian & Bimbingan Edukatif Cultural
1. Enrico Yory Kondologit,S.Sos (Koordinator)
2. Emilie M.I. Mansoben,S.Sos
2. Emilie M.I. Mansoben,S.Sos
c. Bidang Ketatausahaan & Dokumentasi
Publikasi
1. Yoseph Wally,S.IP (Koordinator)
2. Don Rodrigo Flassy,S.Sos
1. Yoseph Wally,S.IP (Koordinator)
2. Don Rodrigo Flassy,S.Sos
IV. Koleksi
Koleksi benda-benda budaya yang
dimiliki oleh Museum Loka Budaya adalah dari berbagai etnis di Papua dengan
jumlah mencapai 2500 benda etnografi yang terdiri dari : Peralatan Dapur ;
Peralatan yang berhubungan dengan Mata Pencaharian Hidup seperti peralatan
Bercocok Tanam, Berburu dan Menangkap Ikan ; Busana dan Perhiasan Tubuh ;
Peralatan Perang ; Peralatan Membayar Harta (Maskawin, Denda, dll) ;
Benda-benda Sakral ; Alat Transportasi
dan Alat-alat Musik.
V. Deskripsi Beberapa Koleksi
1. 1. Nama
Benda ; Perisai
Bhs
Daerah ; Hakalyake
Bahan
Dasar Benda ;
Hakalyake dibuat dari bahan kayu, diberi motif dan
Warna dari tanah liat dan getah pohon. Benda ini hanya dibuat atau dikerjakan
oleh laki-laki.
Umur Benda ;
Benda
ini diperkirakan berumur 190 tahun dan di koleksi pada tahun 1977, yang
disumbangkan oleh seorang etnolog berkebangsaan jerman bernama “Wolfgan Nelke”.
Daerah Asal ;
Benda
ini berasal dari suku Mek di Eipomek Kab. Puncak Jaya yang mendiami pegunungan
tengah Papua. Benda ini hanya disimpan di rumah laki-laki dan hanya
dikeluarkan apabila ada upacara-upacara adat terutama yang berhubungan dengan upacara kesuburan.
Fungsi Benda ;
Sebagai alat Pemujaan pada waktu upacara
kesuburan tanaman di kebun, kesuburan ternak dan manusia. Berdasarkan
kepercayaan mereka Hakalyake tidak boleh dilihat oleh wanita yang masih
produktif atau anak-anak, apabila wanita melihat benda tersebut mereka tidak
akan memiliki keturanan (mandul) sedangkan apabila anak-anak yang melihat benda ini akan menjadi gila, oleh sebab itu Hakalyake sangat ditakuti dan
selalu disimpan di dalam rumah laki-laki.
2. Nama
Benda ; Patung
Leluhur ( Nenek Moyang)
Bahasa Daerah ; Korwar
Patung Korwar terbuat dari kayu.
Umur Benda ;
Patung Korwar ini diperkirakan berumur 220 tahun
dan dikoleksi pada tahun 1973.
Daerah Asal Benda ;
Byak, Kabupaten Byak Numfor.
Fungsi Benda
Biasanya dalam upacara di dahului dengan
mengundang roh masuk kedalam patung (Amfianir),
bila roh telah masuk kedalam tubuh maka disebut Korwar. Dalam kebudayaan orang Byak patung tersebut disakralkan,
karena menurut mereka patung leluhur merupakan symbol kehadiran roh dari
leluhur atau kerabat mereka yang telah meninggal dunia, atas dasar inilah
patung Korwar disembah oleh kerabat
yang masih hidup. Korwar biasanya disimpan di goa-goa namun ada juga yang
menyimpannya di sudut kamar tidur (sim snur).
Orang
Byak percaya bahwa patung leluhur (Korwar)
dapat menjaga mereka dari bahaya, membantu mereka dalam memudahkan memperoleh
rejeki / keberuntungan dalam hidup. Disamping itu juga roh Korwar dapat membuat seseorang sakit bila mereka (orang byak) tidak
menjalankan norma adat secara baik / melanggar norma adat yang berlaku dalam
kehidupan mereka.
3.
Nama Benda ; Senjata Pemukul
Bahasa Daerah ; Kupa
Bahan Dasar Benda ;
Terbuat dari Batu.
Umur Benda ;
Diperkirakan berusia 150 tahun dan dikoleksi pada
tahun 1973
Daerah Asal Benda ;
Kimam & Asmat,
Kabupaten Asmat
Fungsi Benda ;
Pada masa lalu Ketika Kanibalisme masih dilakukan
benda ini digunakan oleh masyarakat Kimam & Asmat untuk mengeluarkan otak manusia
terutama musuh. Biasanya dalam berperang masyarakat Kimam & Asmat menembak musuhnya dengan anak panah atau
tombak untuk melumpuhkannya dan dengan
alat ini ia akan melubangi kepala musuhnya tepat di pelipis samping kiri atau
kanan (Menurut mereka ini tempat yang lembek sehingga mudah untuk membuat
lubang di kepala), lalu ia akan mengeluarkan otak dari musuhnya dan dibawa
pulang untuk di makan dengan sagu. Dengan memakan otak musuh orang asmat
percaya mereka akan mahir dalam berperang seperti pandai memanah orang / musuh,
tidak gentar / takut, berani dan menjadi pemimpin yang hebat.
4. Nama Benda ; Tengkorak Musuh
Bahan Dasar Benda ;
Tengkorak
Kepala Manusia
Umur Benda ;
Tengkorak
Musuh ini diperkirakan berumur 150 tahun
dan dikoleksi pada tahun 1973
Daerah Asal Benda ;
Asmat,
Kabupaten Asmat
Fungsi Benda ;
Pada
masa kanibalisme orang Asmat memakan otak manusia terutama musuh, setelah
melumpuhkan musuhnya dengan panah atau tombak mereka akan melubangi tengkorak
musuh terutama di samping pelipis mata (karena menurut mereka itu adalah bagian
yang paling lembek / mudah untuk membuat lubang ) dengan kupa / senjata pemukul
lalu mengeluarkan otak musuh yang kemudian akan dibawa pulang untuk dimakan
dengan sagu. Menurut orang Asmat ketika memakan otak musuh tidak hanya membuat
mereka pandai dalam berperang tetapi juga mereka dapat mengetahui apa yang
dipikirkan oleh musuh mereka (rahasia kehidupan musuhnya). Bagi orang asmat
selain laki-laki yang memakan otak musuh biasanya mereka juga akan memberikan otak tersebut kepada perempuan yang sudah tua / diatas 70 tahun, karena mereka percaya ketika
perempuan yang sudah tua memakan otak musuh dapat membuat perempuan tersebut
hidup lebih lama atau panjang umur. Orang Asmat pada masa lalu salah satu syarat untuk dapat
menjadi seorang pemimpin atau kepala suku adalah tergantung dari berapa banyak tengkorak
musuh yang telah dikoleksinya. Oleh sebab itu laki-laki Asmat dalam berperang
mereka selalu berusaha untuk membunuh musuhnya lalu memotong kepala musuhnya
dengan pisau yang terbuat dari tulang buaya untuk dibawa pulang dan di pajang /
di tikam pada tiang-tiang depan rumah mereka. Sehingga penduduk lain dapat
melihat jumlah koleksi kepala musuhnya dan mereka merasa takut terhadapanya
serta juga menghormati ia sebagai seorang yang pandai berperang dan dapat
diangkat menjadi pemimpin mereka atau kepala suku.
5. Nama Benda ; Tengkorak Keluarga
Bahan Dasar Benda ;
Tengkorak
Kepala Manusia.
Umur Benda ;
Ndambirkus
atau tengkorak kepala keluarga ini diperkirakan berumur 155 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973
Daerah Asal Benda ;
Asmat,
Kabupaten Asmat.
Fungsi Benda ;
Keluarga
/ nenek moyang bagi orang Asmat tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka sehingga di masa lalu ketika ada anggota keluarga yang
meninggal maka tengkorak kepala biasanya disimpan dan mereka akan menghiasinya
dengan biji-biji rumput terutama dibagian mata dan hidung. Laki-laki Asmat
kadang menggantung tengkorak keluarga di punggung atau di dada mereka
bahkan mereka menggunakannya sebagai bantal tidur agar mereka dapat menjalin
hubungan dengan keluarga yang sudah meninggal. Selain itu orang Asmat percaya
ketika tidur roh mereka akan keluar dari tubuh mereka dan apabila ada musuh
yang mengirim roh orang mati lalu
datang
mengambil roh mereka maka tubuh mereka akan mati sehingga sangat penting bagi
mereka untuk tidur dengan menggunakan tengkorak keluarga mereka yang
sudah meninggal atau tengkorak nenek moyangnya sebagai bantal agar dapat melindungi roh mereka dari
roh-roh jahat.
6. Nama Benda ; Kapak Batu Kecil
Bahan Dasar Benda ;
Yaga
terbuat dari batu yang di ikat dari anyaman serat kulit kayu.
Umur Benda ;
Yaga ini
diperkirakan berumur 120 tahun , dan dikoleksi pada tahun 1973
Daerah Asal Benda ;
Suku
Dani, Kabupaten Jayawijaya.
Fungsi Benda ;
Dalam kehidupan suku Dani keluarga sangat
penting sehingga di masa lalu bila ada anggota keluarga yang meninggal maka
mereka akan sangat sedih atau rasa duka yang mendalam. Bagi suku Dani ada 4 cara belasungkawa
yang biasanya dilakukan oleh mereka apabila ada anggota keluarga yang sudah
meninggal yaitu ; pertama, mereka
akan menangis dengan suara keras dengan maksud agar masyarakat lain mendengarnya dan
mengetahui bahwa ada keluarganya yang meninggal, kedua, ketika semua keluarga sudah berkumpul maka rasa duka ia
tunjukkan dengan sikap berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah katapun, hal ini
dilakukan dengan maksud agar ia dapat mengingat semua hal baik yang biasa dilakukan oleh anggota
keluarganya yang sudah meninggal semasa ia hidup. Yang ketiga biasanya suku Dani akan meghiasi wajah mereka dengan tanah
liat sebagai belasungkawa kepada keluarga yang sudah meninggal dan yang keempat, bila mereka sangat sedih atau
rasa dukanya terlalu dalam dirasakan maka mereka akan memotong / mutilasi salah
satu jari tangan mereka dengan yaga atau kapak batu kecil, hal ini dilakukan
sebagai symbol yang dapat mengingatkan mereka terhadap anggota keluarga yang
telah meninggal. Proses Pemakaman bagi anggota keluarga yang sudah meninggal bagi orang Dani biasanya dilakukan dengan cara di bakar / kremasi . Dalam
kehidupan suku dani pemotongan jari tangan biasanya banyak dilakukan oleh
perempuan karena laki-laki lebih banyak menggunakan jari tangannya untuk
berperang guna melindungi suku dan keluarga mereka.
7.Nama Benda
; Patung Ular
Bahasa Daerah ; Rami Ro-ebui
Bahan Dasar Benda ;
Patung ini terbuat dari pohon sejenis mangrove / bakau.
Patung ini terbuat dari pohon sejenis mangrove / bakau.
Umur Benda ;
Patung
Ular ini diperkirakan berumur 300 tahun
dan dikoleksi pada tahun 1973
Kampung Ayapo, Sentani Timur, Kabupaten
Jayapura
Fungsi Benda ;
Patung
Ular tersebut merupakan Legenda atau Mitology terjadinya Danau Sentani. Menurut
cerita mereka Pada zaman dahulu kala ada sebuah keluarga yang bertempat tinggal
di gunung Siklop, sang suami bernama UnaboDoa, sedangkan istrinya bernama
Waibro.
Mereka
mempunyai dua orang putri, yang pertama bernama Siro, dan yang kedua bernama
Makeng. Suatu waktu ketika Siro dan Makeng beranjak dewasa ibu mereka meninggal
karena sakit maka tinggalah mereka bertiga dan bapak mereka sudah tua sehingga
tidak bisa lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Mengingat
usia bapak mereka yang sudah lanjut, maka Siro dan Makenglah yang harus mencari
makan untuk kebutuhan mereka sehari-hari, seperti umbi-umbian sedangkan untuk
makanan bapak mereka Siro dan Makeng berusaha mencari telur burung terutama
telur burung Maleo.
Pada
suatu hari ketika mereka sedang mencari telur burung maleo mereka mendapatkan
beberapa butir telur, salah satu diantara telur tersebut ada telur yang berbeda
atau aneh karena bentuknya lain dan lebih licin. Telur tersebut diperlihatkan
kepada bapak mereka, akan tetapi bapak merekapun tak tahu jenis burung apa ?
namun mereka sepakat untuk menyimpannya disebuah wadah yang terbuat dari
pelepah nibun (Bae) yang mereka sebut Angkai Sabu. Setelah beberapa lama
disimpan ternyata telur yang dianggapnya aneh tersebut menetaskan bayi ular
naga, karena merasa kasihan Siro mengusulkan kepada bapak dan adiknya Makeng
supaya bayi ular naga tesebut mereka pelihara dan dengan telaten mereka mencari
serta memberi makanan kepada anak ular naga tersebut. Setelah ular itu besar
ternyata mampu berkomunikasi dengan tuannya dan bisa mencari makanan sendiri.
Pada suatu Ular Naga yang sudah dewasa sering berperilaku aneh yang dirasakan
oleh Siro dan Makeng, karena setiap malam selalu tidur di atas perut ke dua
gadis tersebut yang tidurnya berdekatan. Prilaku Ular Naga yang dirasakan aneh
tersebut mereka ceritakan kepada bapaknya, dan sekaligus keduanya minta ijin
pergi dari rumah untuk merantau. UnaboDoa yang mendengar keluhan dan keinginan
anaknya menjadi sangat bingung, yang mengakibatkan dia tidak bisa makan lima
hari lima malam, dia agaknya keberatan jika kedua anaknya pergi
meninggalkannya, yang terpikir olehnya siapa yang akan merawat dan mencarikan
bahan makanan jika kedua anaknya pergi, namun ketika dia memikirkan alasan
anaknya ia menjadi terharu, karena memang ia sangat mencintai ke dua anaknya,
sehingga ia sangat sulit untuk membuat suatu keputusan, apakah ia akan
mengijinkan anaknya untuk pergi atau tidak. Setelah lima hari ia berpikir
akhirnya ia memutuskan untuk memberikan ijin kepada ke dua anaknya untuk pergi
merantau, namun sebelumnya UnaboDoa bertanya kepada anaknya “kalau kalian mau
pergi merantau , kira-kira kalian mau pergi kemana “?. Mendengar pertanyaan
bapak mereka, Siro mengatakan bahwa kami akan pergi ke suatu tempat dimana dari
tempat tersebut kami bisa melihat tempat tinggalnya bapak, lalu Siro naik ke
atas pohon dan ia melihat tempat yang kiranya dari tempat tersebut mereka dapat
melihat tempat tinggal bapaknya.
Lalu ia
turun dan menjelaskan kepada bapaknya bahwa mereka akan menuju kearah selatan
(arah yang dimaksud adalah Puai), bapaknya mengangguk setuju lalu ia berpesan
kepada kedua anaknya agar ketika mereka telah sampai di tempat tujuannya dan
jika suatu waktu terjadi angin topan maka itu adalah tanda bahwa bapak sudah
meninggal dunia, sehingga kalian cukup menangis di tempat tinggal yang baru dan
jangan pulang kembali ke gunung siklop. Sebelum kedua gadis itu meninggalkan
bapaknya, mereka telah mempersiapkan bahan makanan secukupnya agar bapak mereka
tidak kekurangan makanan setelah mereka pergi.
Rencana
kepergian Siro dan Makeng sama sekali tidak diketahui oleh Naga, mereka pergi
karena ulah dari Naga yang selalu tidur di atas perut kedua gadis itu, tindakan
Naga tersebut dilakukan karena ia telah cinta kepada kedua gadis tersebut.
Pagi-pagi
sekali sebelum meninggalkan bapak mereka, mereka bersalaman sambil memeluk
bapak mereka, isak tangis tak terelakkan lagi, mereka menumpahkan rasa cinta kasih
yang teramat dalam, antara anak dan bapak yang akan berpisah untuk selamanya.
Langkah pelan kedua gadis tersebut mengawali perjalanan mereka untuk pergi
merantau meninggalkan rumah mereka dan menuju ke Selatan dimana daerah yang
mereka tuju adalah daerah Puai.
Ular
Naga yang setiap pagi selalu pergi mencari makanan ke hutan, ketika pulang ia
tidak melihat Siro dan Makeng di rumah lalu ia menanyakan dimana kedua gadis
tersebut kepada UnaboDoa dan ia menjawab tidak tau, karena mendapatkan jawaban
yang tidak memuaskan maka Ular Naga mencari kedua gadis itu kesana kemari namun
sia-sia, akhirnya ia mempunyai ide untuk memperhatikan bekas tapak kaki kedua
gadis tersebut dan ia mengikuti terus sampai menemukan sebuah kali. Makeng yang
secara tidak sengaja menengok ke belakang, ia melihat Ular Naga sedang
membuntutinya, lalu ia beritahu kakaknya, karena merasa diikuti kedua gadis itu
mempercepat langkahnya.
Ketika
Siro dan Makeng sampai di Puai, di kampung tersebut sedang diadakan pelantikan
Ondoafi baru, Siro dan Makeng ikut bergabung dengan masa yang menyaksikan
pelantikan tersebut. Pada saat itulah pesuruh Ondoafi melihat kehadiran dua
orang gadis yang cantik dan asing baginya, ia lalu mendekati mereka dan
menanyakan “kalian dari mana dan hendak kemana”??. Kedua gadis itu (Siro dan
Makeng) menjawab bahwa kami tinggal di gunung siklop dan datang kesini untuk
mencari jodoh. Pesuruh ondoafi yang mendengar jawaban kedua gadis tersebut
memberitahu ondoafi yang baru dilantik yang kebetulan belum kawin dan menanyakan
apakah ia bersedia kawin dengan salah satu dari kedua gadis asing itu, ternyata
ondoafi bersedia dan lalu memerintahkan agar acara pernikahan dilangsungkan.
Ketika
acara pernikahan dilangsungkan mereka dikagetkan dengan munculnya seekor Ular
Naga yang sangat besar, pesuruh Ondoafi yang juga melihat kedatangan seekor
Ular ia lalu mendekat dan menanyakan kepada ular tersebut “apakah kedatanganmu
kemari untuk meminta makanan?” Ular yang mendengar pertanyaan pesuruh Ondoafi
tertunduk lalu menjawab bahwa kedatangannya kesini adalah untuk mengambil kedua
gadis yang sudah dinikahi oleh Ondoafi dan akan di bawa pulang. Mendengar
jawaban Ular yang akan mengambil isterinya, Ondoafi memerintahkan masyarakat
untuk mengambil senjata seperti tombak, panah dan sebagainya untuk membunuh
ular tersebut. Ular Naga yang terkena senjata hanya bisa menggelepar kesakitan,
karena kuatnya hentakan dari tubuh Ular Naga itulah yang menyebabkan terjadinya
Danau Sentani, karena posisi Ular pada saat menggelepar yakni ekornya di
sebelah Barat dan kepala di sebelah Timur dan kekuatan ekor lebih kuat dari pada
kepala pada waktu menggelepar, hal tersebut menyebabkan Danau Sentani di
sebelah Barat lebih dalam dari pada di sebelah Timur. Setelah Siro dan Makeng
dinikahi oleh Ondoafi, maka beberapa bulan kemudian mereka melihat angin topan,
debu beterbangan yang mengakibatkan pohon-pohon tumbang di gunung Ciklop, apa
yang mereka liat merupakan tanda bahwa bapak mereka sudah meninggal, lalu
mereka menangis karena begitulah pesan dari bapak mereka yang melarang anaknya
untuk pulang ke rumah walaupun sudah tahu bahwa bapak mereka sudah meninggal
dengan melihat tanda-tanda seperti yang dijelaskan ketika akan berangkat untuk
pergi merantau meninggalkan Bapak dan kampung halaman mereka.