Rabu, 07 November 2012

Sejarah, Visi-Misi, Struktur Organisasi, Koleksi & Deskripsi Beberapa Koleksi



 I.    Sejarah Singkat
      Papua adalah salah satu provinsi yang memiliki keragaman suku bangsa, sangat kaya dengan benda-benda budaya yang bernilai tinggi yang harus dijaga dan dilestarikan, sehingga generasi muda penerus bangsa dan budaya tidak kehilangan jejak terhadap peninggalan nenek moyangnya, baik dari segi wujud bendanya maupun dari ceritera keberadaan dan kejayaannya di masa lalu dalam kehidupan mitologi masyarakat pendukungnya, yang merupakan salah satu identitas dari suatu komunitas.
     Wujud nyata dari pelestarian budaya di Bumi Cenderawasih adalah telah didirikan beberapa museum di propinsi ini, salah satu diantaranya adalah Museum Loka Budaya, yang didirikan pada tahun 1970 dan diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1973.
     Berdirinya Museum Loka budaya, merupakan hasil pikiran, perjuangan serta kerja keras dari berbagai pihak dan dalam menjalankan fungsinya, Museum Loka Budaya banyak mendapat bantuan terutama dri John D. Rockefeler di Amerika, Pemerintah Belanda, Arkeolog dan Antropolog yang pernah melakukan penelitian di Papua, serta para pejabat Sipil dan TNI yang pernah bertugas di Papua serta Pemerintah melalui proyek-proyek Pelita.
Semula Museum Loka Budaya berada di bawah Lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih, akan tetapi dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 1980 tentang penataan Organisasi Perguruan Tinggi/Institut Negeri, maka lembaga Antropologi khususnya bagian Penelitian dilebur menjadi Pusat Penelitian Universitas Cenderawasih. Sedangkan museum Loka Budaya tidak tertampung dalam struktur unit lainnya. Oleh sebab itu pada tahun 1990 dikeluarkan Surat Keputusan Rektor tanggal 4 Juli 1990 Nomor : 1698/PT.23.H/C/1990, yang menjadikan Museum Loka Budaya sebagai UPT. ( Unit Pelaksana Teknis ) berada di bawah pengawasan Rektor Universitas Cenderawasih.

II.    Visi dan Misi
UPT. Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :

Ø Visi:
“Menjadikan UPT. Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih sebagai pusat informasi kebudayaan material suku-suku bangsa di Papua”.

Ø Misi :
“ Meningkatkan kepekaan dan kepedulian terhadap Papua melalui kebudayaan materi sebagai salah satu identitas masyarakat”.


III.    Struktur  Organisasi
1.  Penanggung Jawab  : Rektor Universitas Cenderawasih
2.  Ka. Museum        : Drs. Agus Samori,M.Si
3.  Kasubag T.U       : ____
4.  Staff             : 
         a.  Bidang Konservasi & Koleksi     : 
   1.  Tan Nicodemus (Koordinator) 
   2.  Tineke Mambenar,S.Sos 
b.  Bidang Penelitian & Bimbingan Edukatif Cultural 
   1.  Enrico Yory Kondologit,S.Sos (Koordinator) 
   2.  Emilie M.I. Mansoben,S.Sos
c.  Bidang Ketatausahaan & Dokumentasi Publikasi 
   1.  Yoseph Wally,S.IP (Koordinator) 
   2.  Don Rodrigo Flassy,S.Sos


IV.    Koleksi
Koleksi benda-benda budaya yang dimiliki oleh Museum Loka Budaya adalah dari berbagai etnis di Papua dengan jumlah mencapai 2500 benda etnografi yang terdiri dari : Peralatan Dapur ; Peralatan yang berhubungan dengan Mata Pencaharian Hidup seperti peralatan Bercocok Tanam, Berburu dan Menangkap Ikan ; Busana dan Perhiasan Tubuh ; Peralatan Perang ; Peralatan Membayar Harta (Maskawin, Denda, dll) ; Benda-benda Sakral ; Alat Transportasi  dan Alat-alat Musik.

 V.    Deskripsi Beberapa Koleksi

1.    1.  Nama Benda ; Perisai
      Bhs Daerah ; Hakalyake
      Bahan Dasar Benda ;
     Hakalyake  dibuat dari bahan kayu, diberi motif dan Warna dari tanah liat dan getah pohon. Benda ini hanya dibuat atau dikerjakan oleh laki-laki.
Umur Benda ;
Benda ini diperkirakan berumur 190 tahun dan di koleksi pada tahun 1977, yang disumbangkan oleh seorang etnolog berkebangsaan jerman bernama “Wolfgan Nelke”.
Daerah Asal ;
Benda ini berasal dari suku Mek di Eipomek Kab. Puncak Jaya yang mendiami pegunungan tengah Papua. Benda ini hanya disimpan di rumah laki-laki dan hanya dikeluarkan apabila ada upacara-upacara adat terutama  yang berhubungan dengan upacara kesuburan.
Fungsi Benda ;
Sebagai alat Pemujaan pada waktu upacara kesuburan tanaman di kebun, kesuburan ternak dan manusia. Berdasarkan kepercayaan mereka Hakalyake tidak boleh dilihat oleh wanita yang masih produktif atau anak-anak, apabila wanita melihat benda tersebut mereka tidak akan memiliki keturanan (mandul) sedangkan apabila anak-anak yang melihat benda ini akan menjadi gila, oleh sebab itu Hakalyake sangat ditakuti dan selalu disimpan di dalam rumah laki-laki.

2.  Nama Benda        ;  Patung Leluhur ( Nenek Moyang)
    Bahasa Daerah     ;  Korwar
  Bahan Dasar Benda  ;
Patung Korwar terbuat dari kayu. 
Umur Benda         ;
Patung Korwar ini diperkirakan berumur 220 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973.
Daerah Asal Benda ;
Byak, Kabupaten Byak Numfor.
Fungsi Benda
Biasanya dalam upacara di dahului dengan mengundang roh masuk kedalam patung (Amfianir), bila roh telah masuk kedalam tubuh maka disebut Korwar. Dalam kebudayaan orang Byak patung tersebut disakralkan, karena menurut mereka patung leluhur merupakan symbol kehadiran roh dari leluhur atau kerabat mereka yang telah meninggal dunia, atas dasar inilah patung Korwar disembah oleh kerabat yang masih hidup. Korwar biasanya disimpan di goa-goa namun ada juga yang menyimpannya di sudut kamar tidur (sim snur).
Orang Byak percaya bahwa patung leluhur (Korwar) dapat menjaga mereka dari bahaya, membantu mereka dalam memudahkan memperoleh rejeki / keberuntungan dalam hidup. Disamping itu juga roh Korwar dapat membuat seseorang sakit bila mereka (orang byak) tidak menjalankan norma adat secara baik / melanggar norma adat yang berlaku dalam kehidupan mereka.

3.   Nama Benda        ; Senjata Pemukul
  Bahasa Daerah      ; Kupa
  Bahan Dasar Benda  ;
     Terbuat dari Batu.
Umur Benda           ;
Diperkirakan berusia 150 tahun dan dikoleksi pada tahun 1973
Daerah Asal Benda   ;
Kimam & Asmat,  Kabupaten Asmat
Fungsi Benda        ;
Pada masa lalu Ketika Kanibalisme masih dilakukan benda ini digunakan oleh masyarakat Kimam & Asmat untuk mengeluarkan otak manusia terutama musuh. Biasanya dalam berperang masyarakat Kimam & Asmat  menembak musuhnya dengan anak panah atau tombak untuk melumpuhkannya  dan dengan alat ini ia akan melubangi kepala musuhnya tepat di pelipis samping kiri atau kanan (Menurut mereka ini tempat yang lembek sehingga mudah untuk membuat lubang di kepala), lalu ia akan mengeluarkan otak dari musuhnya dan dibawa pulang untuk di makan dengan sagu. Dengan memakan otak musuh orang asmat percaya mereka akan mahir dalam berperang seperti pandai memanah orang / musuh, tidak gentar / takut, berani dan menjadi pemimpin yang hebat.

4. Nama Benda         ; Tengkorak Musuh
   Bahasa Daerah      ; Ndoakus
   Bahan Dasar Benda  ;
Tengkorak Kepala Manusia
   Umur Benda         ;
Tengkorak Musuh ini diperkirakan berumur 150 tahun  dan dikoleksi pada tahun 1973
   Daerah Asal Benda     ;
Asmat, Kabupaten Asmat
   Fungsi Benda      ;
Pada masa kanibalisme orang Asmat memakan otak manusia terutama musuh, setelah melumpuhkan musuhnya dengan panah atau tombak mereka akan melubangi tengkorak musuh terutama di samping pelipis mata (karena menurut mereka itu adalah bagian yang paling lembek / mudah untuk membuat lubang ) dengan kupa / senjata pemukul lalu mengeluarkan otak musuh yang kemudian akan dibawa pulang untuk dimakan dengan sagu. Menurut orang Asmat ketika memakan otak musuh tidak hanya membuat mereka pandai dalam berperang tetapi juga mereka dapat mengetahui apa yang dipikirkan oleh musuh mereka (rahasia kehidupan musuhnya). Bagi orang asmat selain laki-laki yang memakan otak musuh biasanya mereka juga akan memberikan otak tersebut kepada perempuan yang sudah tua / diatas 70 tahun, karena mereka percaya ketika perempuan yang sudah tua memakan otak musuh dapat membuat perempuan tersebut hidup lebih lama atau panjang umur. Orang Asmat pada masa lalu salah satu syarat untuk dapat menjadi seorang pemimpin atau kepala suku adalah tergantung dari berapa banyak tengkorak musuh yang telah dikoleksinya. Oleh sebab itu laki-laki Asmat dalam berperang mereka selalu berusaha untuk membunuh musuhnya lalu memotong kepala musuhnya dengan pisau yang terbuat dari tulang buaya untuk dibawa pulang dan di pajang / di tikam pada tiang-tiang depan rumah mereka. Sehingga penduduk lain dapat melihat jumlah koleksi kepala musuhnya dan mereka merasa takut terhadapanya serta juga menghormati ia sebagai seorang yang pandai berperang dan dapat diangkat menjadi pemimpin mereka atau kepala suku.

5. Nama Benda         ; Tengkorak Keluarga
   Bahasa Daerah      ; Ndambirkus
   Bahan Dasar Benda  ;
Tengkorak Kepala Manusia.
   Umur Benda        ;
Ndambirkus atau tengkorak kepala keluarga ini diperkirakan berumur 155 tahun  dan dikoleksi pada tahun 1973
   Daerah Asal Benda  ;
Asmat, Kabupaten Asmat.
   Fungsi Benda     ;
Keluarga / nenek moyang bagi orang Asmat  tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka sehingga di masa lalu ketika ada anggota keluarga yang meninggal maka tengkorak kepala biasanya disimpan dan mereka akan menghiasinya dengan biji-biji rumput terutama dibagian mata dan hidung. Laki-laki Asmat kadang menggantung tengkorak keluarga di punggung atau di dada mereka bahkan mereka menggunakannya sebagai bantal tidur agar mereka dapat menjalin hubungan dengan keluarga yang sudah meninggal. Selain itu orang Asmat percaya ketika tidur roh mereka akan keluar dari tubuh mereka dan apabila ada musuh yang mengirim roh orang mati lalu datang mengambil roh mereka maka tubuh mereka akan mati sehingga sangat penting bagi mereka untuk tidur dengan menggunakan tengkorak keluarga mereka yang sudah meninggal atau tengkorak nenek moyangnya sebagai bantal agar dapat melindungi roh mereka dari roh-roh jahat.

6. Nama Benda         ; Kapak Batu Kecil
   Bahasa Daerah      ; Yaga
   Bahan Dasar Benda  ;
Yaga terbuat dari batu yang di ikat dari anyaman serat kulit kayu.
   Umur Benda        ;
Yaga ini diperkirakan berumur 120 tahun , dan dikoleksi pada tahun 1973
  Daerah Asal Benda  ;
Suku Dani, Kabupaten Jayawijaya.
  Fungsi Benda      ;
     Dalam kehidupan suku Dani keluarga sangat penting sehingga di masa lalu bila ada anggota keluarga yang meninggal maka mereka akan sangat sedih atau  rasa duka yang mendalam. Bagi suku Dani ada 4 cara belasungkawa yang biasanya dilakukan oleh mereka apabila ada anggota keluarga yang sudah meninggal yaitu ; pertama, mereka akan menangis dengan suara keras dengan maksud agar masyarakat lain mendengarnya dan mengetahui bahwa ada keluarganya yang meninggal, kedua, ketika semua keluarga sudah berkumpul maka rasa duka ia tunjukkan dengan sikap berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah katapun, hal ini dilakukan dengan maksud agar ia dapat mengingat semua hal  baik yang biasa dilakukan oleh anggota keluarganya yang sudah meninggal semasa ia hidup. Yang ketiga biasanya suku Dani akan meghiasi wajah mereka dengan tanah liat sebagai belasungkawa kepada keluarga yang sudah meninggal dan yang keempat, bila mereka sangat sedih atau rasa dukanya terlalu dalam dirasakan maka mereka akan memotong / mutilasi salah satu jari tangan mereka dengan yaga atau kapak batu kecil, hal ini dilakukan sebagai symbol yang dapat mengingatkan mereka terhadap anggota keluarga yang telah meninggal. Proses Pemakaman bagi anggota keluarga yang sudah meninggal bagi orang Dani biasanya dilakukan dengan cara di bakar / kremasi . Dalam kehidupan suku dani pemotongan jari tangan biasanya banyak dilakukan oleh perempuan karena laki-laki lebih banyak menggunakan jari tangannya untuk berperang guna melindungi suku dan keluarga mereka.

7.Nama Benda        ; Patung Ular
  Bahasa Daerah     ; Rami Ro-ebui 
  Bahan Dasar Benda ;  
   Patung ini terbuat dari pohon sejenis   mangrove / bakau.
  Umur Benda   ;
   Patung Ular ini diperkirakan berumur 300 tahun   dan  dikoleksi pada tahun 1973
Daerah asal  ;
   Kampung Ayapo, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura
Fungsi Benda ;
Patung Ular tersebut merupakan Legenda atau Mitology terjadinya Danau Sentani. Menurut cerita mereka Pada zaman dahulu kala ada sebuah keluarga yang bertempat tinggal di gunung Siklop, sang suami bernama UnaboDoa, sedangkan istrinya bernama Waibro.
Mereka mempunyai dua orang putri, yang pertama bernama Siro, dan yang kedua bernama Makeng. Suatu waktu ketika Siro dan Makeng beranjak dewasa ibu mereka meninggal karena sakit maka tinggalah mereka bertiga dan bapak mereka sudah tua sehingga tidak bisa lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Mengingat usia bapak mereka yang sudah lanjut, maka Siro dan Makenglah yang harus mencari makan untuk kebutuhan mereka sehari-hari, seperti umbi-umbian sedangkan untuk makanan bapak mereka Siro dan Makeng berusaha mencari telur burung terutama telur burung Maleo.
Pada suatu hari ketika mereka sedang mencari telur burung maleo mereka mendapatkan beberapa butir telur, salah satu diantara telur tersebut ada telur yang berbeda atau aneh karena bentuknya lain dan lebih licin. Telur tersebut diperlihatkan kepada bapak mereka, akan tetapi bapak merekapun tak tahu jenis burung apa ? namun mereka sepakat untuk menyimpannya disebuah wadah yang terbuat dari pelepah nibun (Bae) yang mereka sebut Angkai Sabu. Setelah beberapa lama disimpan ternyata telur yang dianggapnya aneh tersebut menetaskan bayi ular naga, karena merasa kasihan Siro mengusulkan kepada bapak dan adiknya Makeng supaya bayi ular naga tesebut mereka pelihara dan dengan telaten mereka mencari serta memberi makanan kepada anak ular naga tersebut. Setelah ular itu besar ternyata mampu berkomunikasi dengan tuannya dan bisa mencari makanan sendiri. Pada suatu Ular Naga yang sudah dewasa sering berperilaku aneh yang dirasakan oleh Siro dan Makeng, karena setiap malam selalu tidur di atas perut ke dua gadis tersebut yang tidurnya berdekatan. Prilaku Ular Naga yang dirasakan aneh tersebut mereka ceritakan kepada bapaknya, dan sekaligus keduanya minta ijin pergi dari rumah untuk merantau. UnaboDoa yang mendengar keluhan dan keinginan anaknya menjadi sangat bingung, yang mengakibatkan dia tidak bisa makan lima hari lima malam, dia agaknya keberatan jika kedua anaknya pergi meninggalkannya, yang terpikir olehnya siapa yang akan merawat dan mencarikan bahan makanan jika kedua anaknya pergi, namun ketika dia memikirkan alasan anaknya ia menjadi terharu, karena memang ia sangat mencintai ke dua anaknya, sehingga ia sangat sulit untuk membuat suatu keputusan, apakah ia akan mengijinkan anaknya untuk pergi atau tidak. Setelah lima hari ia berpikir akhirnya ia memutuskan untuk memberikan ijin kepada ke dua anaknya untuk pergi merantau, namun sebelumnya UnaboDoa bertanya kepada anaknya “kalau kalian mau pergi merantau , kira-kira kalian mau pergi kemana “?. Mendengar pertanyaan bapak mereka, Siro mengatakan bahwa kami akan pergi ke suatu tempat dimana dari tempat tersebut kami bisa melihat tempat tinggalnya bapak, lalu Siro naik ke atas pohon dan ia melihat tempat yang kiranya dari tempat tersebut mereka dapat melihat tempat tinggal bapaknya.
 Lalu  ia turun dan menjelaskan kepada bapaknya bahwa mereka akan menuju kearah selatan (arah yang dimaksud adalah Puai), bapaknya mengangguk setuju lalu ia berpesan kepada kedua anaknya agar ketika mereka telah sampai di tempat tujuannya dan jika suatu waktu terjadi angin topan maka itu adalah tanda bahwa bapak sudah meninggal dunia, sehingga kalian cukup menangis di tempat tinggal yang baru dan jangan pulang kembali ke gunung siklop. Sebelum kedua gadis itu meninggalkan bapaknya, mereka telah mempersiapkan bahan makanan secukupnya agar bapak mereka tidak kekurangan makanan setelah mereka pergi.
Rencana kepergian Siro dan Makeng sama sekali tidak diketahui oleh Naga, mereka pergi karena ulah dari Naga yang selalu tidur di atas perut kedua gadis itu, tindakan Naga tersebut dilakukan karena ia telah cinta kepada kedua gadis tersebut.
Pagi-pagi sekali sebelum meninggalkan bapak mereka, mereka bersalaman sambil memeluk bapak mereka, isak tangis tak terelakkan lagi, mereka menumpahkan rasa cinta kasih yang teramat dalam, antara anak dan bapak yang akan berpisah untuk selamanya. Langkah pelan kedua gadis tersebut mengawali perjalanan mereka untuk pergi merantau meninggalkan rumah mereka dan menuju ke Selatan dimana daerah yang mereka tuju adalah daerah Puai.
Ular Naga yang setiap pagi selalu pergi mencari makanan ke hutan, ketika pulang ia tidak melihat Siro dan Makeng di rumah lalu ia menanyakan dimana kedua gadis tersebut kepada UnaboDoa dan ia menjawab tidak tau, karena mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan maka Ular Naga mencari kedua gadis itu kesana kemari namun sia-sia, akhirnya ia mempunyai ide untuk memperhatikan bekas tapak kaki kedua gadis tersebut dan ia mengikuti terus sampai menemukan sebuah kali. Makeng yang secara tidak sengaja menengok ke belakang, ia melihat Ular Naga sedang membuntutinya, lalu ia beritahu kakaknya, karena merasa diikuti kedua gadis itu mempercepat langkahnya.
Ketika Siro dan Makeng sampai di Puai, di kampung tersebut sedang diadakan pelantikan Ondoafi baru, Siro dan Makeng ikut bergabung dengan masa yang menyaksikan pelantikan tersebut. Pada saat itulah pesuruh Ondoafi melihat kehadiran dua orang gadis yang cantik dan asing baginya, ia lalu mendekati mereka dan menanyakan “kalian dari mana dan hendak kemana”??. Kedua gadis itu (Siro dan Makeng) menjawab bahwa kami tinggal di gunung siklop dan datang kesini untuk mencari jodoh. Pesuruh ondoafi yang mendengar jawaban kedua gadis tersebut memberitahu ondoafi yang baru dilantik yang kebetulan belum kawin dan menanyakan apakah ia bersedia kawin dengan salah satu dari kedua gadis asing itu, ternyata ondoafi bersedia dan lalu memerintahkan agar acara pernikahan dilangsungkan.
Ketika acara pernikahan dilangsungkan mereka dikagetkan dengan munculnya seekor Ular Naga yang sangat besar, pesuruh Ondoafi yang juga melihat kedatangan seekor Ular ia lalu mendekat dan menanyakan kepada ular tersebut “apakah kedatanganmu kemari untuk meminta makanan?” Ular yang mendengar pertanyaan pesuruh Ondoafi tertunduk lalu menjawab bahwa kedatangannya kesini adalah untuk mengambil kedua gadis yang sudah dinikahi oleh Ondoafi dan akan di bawa pulang. Mendengar jawaban Ular yang akan mengambil isterinya, Ondoafi memerintahkan masyarakat untuk mengambil senjata seperti tombak, panah dan sebagainya untuk membunuh ular tersebut. Ular Naga yang terkena senjata hanya bisa menggelepar kesakitan, karena kuatnya hentakan dari tubuh Ular Naga itulah yang menyebabkan terjadinya Danau Sentani, karena posisi Ular pada saat menggelepar yakni ekornya di sebelah Barat dan kepala di sebelah Timur dan kekuatan ekor lebih kuat dari pada kepala pada waktu menggelepar, hal tersebut menyebabkan Danau Sentani di sebelah Barat lebih dalam dari pada di sebelah Timur. Setelah Siro dan Makeng dinikahi oleh Ondoafi, maka beberapa bulan kemudian mereka melihat angin topan, debu beterbangan yang mengakibatkan pohon-pohon tumbang di gunung Ciklop, apa yang mereka liat merupakan tanda bahwa bapak mereka sudah meninggal, lalu mereka menangis karena begitulah pesan dari bapak mereka yang melarang anaknya untuk pulang ke rumah walaupun sudah tahu bahwa bapak mereka sudah meninggal dengan melihat tanda-tanda seperti yang dijelaskan ketika akan berangkat untuk pergi merantau meninggalkan Bapak dan kampung halaman mereka.